Rabu, 29 April 2015

Manusia dan Penderitaan

Penderitaan 
      Setiap manusia pasti pernah mengalami penderitaan. Penderitaan dikatakan sebagai kodrat manusia, artinya sudah menjadi konsekuensi manusia hidup, bahwa manusia hidup ditakdiran bukan hanya untuk bahagia, melainkan juga menderita. Penderitaan yang dialami oleh tiap manusia juga tidak sama, bisa saja penderitaan fisik atau batin dan menurut skala atau intensitasnya bisa berat atau ringan. Akibat dari penderitaan bermacam-macam. Ada yang mendapat hikmah besar dari suatu penderitaan, ada pula yang menyebabkan kegelapan dalam hidupnya. Oleh karena itu, penderitaan belum tentu tidak bermanfaat. Penderitaan bisa mendatangkan hikmah, contohnya ketika seseorang mengalami penderitaan yang bekepanjangan maka mereka akan bangkit dan membuka gerbang perubahan seperti quote dari Karakter Aang di film the legend of Korra "When we hit our lowest point we are opened to greatest change". Penderitaan merupakan langkah awal sesorang untuk bangkit dari keterpurukan agar menjadi lebih baik dari sebelumnya.  
       Penderitaan berasal dari kata "derita" ,dan kata derita berasal dari bahasa sansekerta "dhra" yang artinya menahan atau menanggung. Jadi penderitaan adalah menanggung atau menjalani sesuatu yang sangat tidak menyenangkan yang dapat di rasakan oleh manusia. 

Penderitaan dan Sebab-Sebabnya
    Apabila kita kelompokkan secara sederhana berdasarkan sebab-sebab timbulnya penderitaan, maka penderitaan manusia dapat diperinci sebagai berikut:
  • Penderitaayang timbul karena perbuatan buruk manusia.                                            
         Penderitaan yang menimpa manusia karena perbuatan buruk manusia dapat terjadi dalam hubungan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Penderitaan ini kadang disebut nasib buruk. Nasib buruk mi dapat diperbaiki manusia supaya menjadi baik. Dengan kata lain, manusialah yang dapat memperbaiki nasibnya. Perbedaan nasib buruk dan takdir, kalau takdir, Tuhan yang menentukan sedangkan nasib buruk itu manusia penyebabnya.
  • Penderitaan yang timbul karena penyakit, siksaan/azab Tuhan.        
          Penderitaan manusia dapat juga terjadi akibat penyakit atau siksaan/azab Tuhan. Namun kesabaran, tawakal, dan optimisme dapat merupakan usaha manusia untuk mengatasi penderitaan itu.


 Kekalutan
          Kekalutan adalah gangguan kejiwaan akibat ketidakmampuan seseorang menghadapi persoalan yang harus diatasi sehingga yang bersangkutan bertingkah laku secara kurang wajar. Karena itu orang yang mengalami kekalutan harus mendapat dukungan dari orang-orang terdekatnya agar tidak  terjadi hal-hal yang diinginkan seperti keinginan untuk bunuh diri dan mengalami gangguan kejiwaan.
Gejala permulaan bagi seseorang yang mengalami kekalutan mental adalah : 
  1. Nampak pada jasmani yang sering pusing, sesak napas, demam, nyeri pada lambung
  2.  Nampak pada kejiwaanya rasa cemas, kekalutan, apatis, cemburu, mudah marah
Tahap-tahap gangguan kejiwaan adalah : 
  1. Gangguan kejiwaan nampak dalam gejala-gejala kehidupan si penderita baik jasmani maupun  rohaninya.
  2. Usaha mempertahankan diri dengan cara negatif, yaitu mundur atau lari, sehingga cara benahan dirinya salah; pada orang yang tidak menderita gantran kejiwaan bila menghadapi persoalan, justru lekas memecahkan problemnya, sehingga tidak menekan perasaannya. Jadi bukan melarikan diri dan persoalan, tetapi melawan atau memecahkan persoalan. 
  3. Kekalutan merupakan titik patah (mental breakdown) dan yang bersangkutan mengalami gangguan.
  4.  Krisis ekonomi yang berkepanjangan telah menyebabkan meningkatnya jumlah penderita penyakit jiwa, terutama gangguan kecemasan.
  5. Dipicu oleh faktor psychoeducational. Faktor ini terjadi karena adanya kesalahan dalam proses pendidikan anak sejak kecil, mekanisme diri dalam memecahkan masalah. Konflik-konflik di masa kecil yang tidak terselesaikan, perkembangan yang terhambat serta tiap fase perkembangan yang tidak mampu dicapai secara optimal dapat memicu gangguan jiwa yang lebih parah.
  6. Faktor sosial atau lingkungan juga dapat berperan bagi timbulnya gangguan jiwa, misalnya budaya, kepadatan populasi hingga peperangan. Jika lingkungan sosial baik, sehat tidak mendukung untuk mengalami gangguan jiwa maka seorang anak tidak akan terkena gangguan jiwa. Demikian pula sebaliknya. Gangguan jiwa tidak dapat menular, tetapi mempunyai kemungkinan dapat menurun dari orang tuanya. Namun hal ini tidak berlaku secara absolut.
 Sebab-sebab timbulnya kekalutan mental :
  1. Kepribadian yang lemah akibat kondisi jasmani atau mental yang kurang sempurna.
  2. Terjadinya konflik sosial-budaya akibat adanya norma yang berbeda antara yang bersangkutan dan yang ada dalam masyarakat, sehingga ia tidak dapat menyesuaikan diri lagi.
  3. Cara pematangan bathin yang salah dengan memberikan reaksi berlebihan terhadap kehidupan sosial; overacting sebagai overkompensasi dan tampak emosional.
 Proses – proses kekalutan mental: 
  1.  Positif, bila trauma (luka jiwa) yang dialami seseorang, akan disikapi untuk mengambil hikmah dari kesulitan yang dihadapinya, setelah mencari jalan keluar maksimal, tetapi belum mendapatkannya tetapi dikembalikan kepada sang pencipta yaitu Allah SWT, dan bertekad untuk tidak terulang kembali dilain waktu.
  2. Negatif, bila trauma yang dialami tidak dapat dihilangkan, sehingga yang bersangkutan mengalami frustasi, yaitu tekanan batin akibat tidak tercapainya apa yang dicita-citakan.

Siksaan 
           Penyiksaan adalah praktek atau tindakan sengaja menimbulkan rasa sakit fisik yang parah dan mungkin cedera pada seseorang, meskipun penyiksaan psikologis dan hewan juga ada. Penyiksaan telah dilakukan atau disetujui oleh individu, kelompok dan negara sepanjang sejarah dari zaman kuno sampai modern, dan bentuk penyiksaan dapat sangat bervariasi dalam durasi dari hanya beberapa menit sampai beberapa hari atau bahkan lebih lama. Alasan penyiksaan dapat mencakup hukuman, balas dendam, politik pendidikan ulang, pencegahan, interogasi atau paksaan dari korban atau pihak ketiga, atau hanya kepuasan sadis dari mereka yang melaksanakan atau mengamati penyiksaan. Penyiksa mungkin atau mungkin tidak berniat untuk membunuh atau melukai korban, tapi kadang-kadang penyiksaan sengaja fatal dan dapat menyertai bentuk pembunuhan atau hukuman mati. Tujuannya juga mungkin untuk menimbulkan rasa sakit tetapi tanpa menyebabkan cedera fatal, atau kadang-kadang cedera sama sekali. 
           Dalam kasus lain, penyiksa mungkin acuh tak acuh terhadap kondisi korban. Ada juga penyiksaan yang bisa berakibat fatal pada akhirnya, tetapi di mana upaya yang dilakukan tidak membunuh korban dengan cepat untuk memperpanjang jangka waktu penderitaan. Siksaan itu sendiri seperti luapan emosi akan masa lalu yang dirasakan atau sebuah tindakan akan mengatasi masalah itu, namun biasanya siksaan pada emosi layaknya gunung api yang menahan lava untuk keluar itu sebuah pengandaian yang terjadi dalam gejolak hati.

Aplikasi dalam benntuk tulisan

Ganti Rugi Macet, Korban Lapindo Akan Temui Jokowi

Ganti Rugi Macet, Korban Lapindo Akan Temui Jokowi 

Sejumlah warga melakukan aksi teatrikal mandi lumpur Lapindo saat peringatan 8 tahun Lumpur Lapindo di desa Siring, Porong, Sidoarjo (29/5). TEMPO/Fully Syafi

TEMPO.CO, Sidoarjo - Djuwito, salah satu koordinator warga korban lumpur Lapindo Sidoarjo, mengatakan akan segera berangkat ke Jakarta untuk menemui Presiden Joko Widodo, guna menanyakan pembayaran ganti rugi yang prosesnya tak kunjung jelas hingga saat ini. “Insy Allah, saya berdua ke Jakarta, saya sendiri dan perwakilan warga lainnya satu orang,” kata Djuwito kepada Tempo, Rabu, 29 April 2015.

Warga Renokenongo Kecamatan Porong Sidoarjo ini mengaku masih menunggu uang saku untuk pergi ke Jakarta, karena usahanya itu akan memakai uang pribadi untuk kepentingan bersama-sama. “Kami usahakan segera, karena masih menunggu uang sangu (uang saku),” kata dia.

Di Jakarta, menurut Djuwito, akan berusaha menemui Jokowi, namun apabila tidak diperkenankan, dirinya akan menemui Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo untuk menyampaikan keluhannya itu. “Mohon do’anya saja,” kata dia.

Djuwito memandang bahwa proses pembayaran ganti rugi itu sangat lama, padahal proses verifikasi yang dilakukan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sudah lama selesai. Namun begitu, ia mengaku masih terus menunggu prose itu karena satu-satunya harapan yang dimiliki oleh warga korban lumpur adalah pemerintah. “Kami hanya bisa menunggu dan bersabar,” kata dia.

Warga korban lumpur, dia menambahkan, sebenarnya sudah tidak tahan menahan penderitaan hampir sembilan tahunan ini, sehingga dia berharap kepada pemerintah pusat dan pihak-pihak terkait untuk mempercepat proses ini, supaya keadilan juga diterima oleh warga korban lumpur. “Tolong permasalahan ganti rugi kami didahulukan, supaya ada keadilan,” kata dia.

Sulastri, salah satu korban lumpur lainnya mengaku juga heran terhadap proses ganti rugi yang sangat lama ini, karena proses verifikasi kepada warga korban lumpur sudah lama diselesaikan. “Kami semua harapannya hanya satu, tolong segera realisasikan pencairan ganti rugi,” kata dia.

Ia berharap janji pemerintah kali ini tidak sama dengan janji-janji yang selalu dikeluarkan oleh PT Minarak Lapindo Jaya, karena sudah cukup lama menderita dan tinggal di rumah yang tidak layak huni. “Jika sudah dibayarkan, kami akan langsung pindah ke rumah yang lebih layak,” ujarnya.
MOHAMMAD SYARRAFAH

 Analisa:

       Sudah hampir 9 tahun warga korban lumpur Sidoarjo hidup dalam penderitaan. Mereka masih menunggu bantuan ganti rugi dari pemerintah yang sampai sekarang masalahnya belum selesai.  Penderitaan mereka disebabkan oleh kesalahan manusia yaitu kesalahan PT Minarak Lapindo Jaya yang salah mengebor minyak.  Penderitaan yang mereka alami bisa dijadikan sebagai pelajaran bagi kita untuk selalu bersyukur dan selalu sabar dalam menunggu kepastian. Karena Allah tidak akan memberikan ujian atau cobaan bila hamba-Nya tidak dapat melewati ujian tersebut. Bila sabar dalam menghadapi cobaan maka hasilnya akan berbuah manis.

 

 

0 komentar:

Posting Komentar